Pas sy buka akun fesbuk sy, banyak temen fesbuker yg mengajak sy tuk bersimpati terhadap pembebasan Prita Mulyasari. Sy tdk terlalu menanggapinya serius, tapi pas sy baca apa pasal yg membuatnya masuk penjara sy bersimpati.
Ini baru pertama kali, seorang dijebloskan ke penjara ‘hanya’ karena keluhan pelayanan publik melalui surat elektronik. Pasal yg dikenakan pencemaran nama baik. ‘pasal karet’ yg bisa dikenakan pada siapapun dengan tuduhan yg sangat subjektif sipatnya.
Apa yg dikeluhkan Prita Mulyasari terhadap pelayanan yg diberikan Rumah sakit Internl., bisa saja sebuah upaya pengingatan kepada temen netter lain, untuk tidak mendapatkan pelayanan mengecewakan seperti yang diterimannya.
Bukan perbaikan pelayanan yg dilakukan pihak rumah sakit, malah menjebloskannya dalam penjara. Dalam banyak kasus, ‘gerundelan’ dan keluhan sering disikapi sebelah mata oleh mereka yg punya kekuasaan. Materi yg dikomplain dianggap sebagai upaya pencemaran nama baik, lebih jauh di anggap upaya ‘berbagi pengalaman buruk’ sebagai upaya ‘menjatuhkan’ reputasi Rumah sakit. berlabel internasional standar itu.
Semua mungkin punya pengalaman serupa dalam hal pelayanan publik. Prita , hanya satu contoh ‘super-kecil’ bagaimana lemahnya orang lemah berhadapan dengan kekuasaan.
Dalam kasus ini, seharusnya pihak rumah sakit melakukan ‘upaya damai’ dengan melakukan perbaikan kinerja. Menanggapi materi terkait dengan investigasi agar persoalan tidak menjadi konsumsi publik. Perbaikan kinerja menunjukan bahwa kekuasaan tidak dipakai sebagai alat menutupi kekurangan. Apatah lagi, saat tersebarnya ‘e-mail-bermasalah’ ke berbagai jejaring sosial di internet, dianggap sebagai sebab utama menurunnya jumlah pasien ke rumah sakit tersebut.
Ada beberapa hal yg menarik dalam kasus ini, pertama Ini menunjukan logika kekuasaan yg selalu mengupayakan pemenangan dengan cara membungkan orang yg dianggap penyebab. Tanpa pernah mempelajari materi keluhan, yg bisa jadi ‘justru’ amat bermanfaat untuk ‘self-correction’. Sederhananya seperti slogan yg sering sy lihat di tempat jajanan, “Bila anda puas beritahu yg lain, bila anda kecewa beritahu kami”. Pemberitahuan Prita ke pihak rumah sakit, tidak ditanggapi. Wajar kalau kemudian dia mengekspresikan ‘kekecewaanya ke teman jejaring-social di Internet, mula-mula ke milis terus ke facebook dan menyebar ke berbagai jejaring sosial lainnya.
Mengekpresikan satu masalah ke teman di jejaring sosial, kini memang menjadi tren baru hubungan sosial masyarakat kita. Teman ‘ngrumpi’ yg dulu tetangga bersebelahan rumah, sambil ‘nyari-kutu’ kini bergeser ke keyboard PC. Dan revolusi budaya ‘ngrumpi’ ini lebih booming saat facebook dan jejaring sosial lainnya dapat diakses layaknya SMS yg booming tempo hari.
Kata capres Yusuf Kala, itukan Cuma e-mail, Cuma ‘nggosip2’ aja kenapa disikapi dengan penangkapan. Dan tindakan ini dianggap berlebihan oleh semua pihak, bahkan dari pihak Depkoimpo, ini merupakan penyalahgunaan UU ITE yg disahkan setahun yg lalu. Masalahnya apa yg dikeluhkan Prita tidak diupayakan sebagai kampanye sistematis untuk menjatuhkan reputasi Rumah sakit.
E-mailnya ditulis setahun yg lalu, tetapi karena masalah ini berkembang menjadi ganjil, semua pihak merasa bahwa ini bisa ‘berbahaya’ bagi keberlangsungan hak-hak warga negara untuk menyampaikan pendapatnya di muka publik. Hal yang paling ditentang dikalangan teman wartawan, dan komunitas jejaring sosial.
Jejaring sosial memang kini menjadi tempat yg paling pas untuk mengungkapkan segala ‘ketidak-beresan’ sistem yg ada, terutama yg menyangkut kepentingan publik. Pasca isu ‘facebook haram’ yg itu jadi iklan gratis facebook, peningkatan members baru yg buka account meningkat tajam. Karena sipatnya yg terbuka, maka semua orang bisa mengakses. Dan setiap orang bisa melakukan kampanye pendukungan, termasuk black-campign. Inilah yg membuat belantara cyber bisa mengarah kemana kepentingan itu mengarah.
Kedua, pada kasus Prita jelas terlihat bagaimana jejaring sosial bisa mempengaruhi orang ‘yg punya kepentingan sama’ untuk melakukan penggalangan. Dukungan terhadap pembebasan Prita, mendapat dukungan 24.000 fesbuker dalam waktu singkat. Belom lagi komunitas mailing-list dan lain sebagainya. Berkembangnya isu bergerak cepat dan terbuka.
Ketiga, pembelaan terhadap kaum yg lemah (‘dilemahkan’) bisa menjadi isu penting saat kampanye pilpres. Semua rame2 membela, dengan caranya masing2. Ini patut dipuji, masalahnya diluar masa kampanye akankah melakukan hal serupa? Waktu akan menguji.
Keempat, jika kasus ini dibiarkan mengalir tanpa ada pihak2 yg bertanggung jawab bisa menjadi preseden buruk dalam hal penegakan hukum. Menjembloskan penjara, kepada mereka yg dianggap “bersalah” secara sepihak, dengan cara arogansi kekuasaan bisa menjadi tanda rapuhnya demokrasi kita. Bahwa masih apa pihak yg menganggap ringan persoalan ‘penghilangan hak kebebasan pendapat’ dengan membungkamnya melalui kekuasaan.
Logika, “Tangkap dan penjarakan dulu” sebagai arogansi otoriter pemilik kekuasaan harus dilawan. Sekali lagi “lawan”…wan…wan…
Atau logika “gebukan aja urusan belakangan” harus dilawan…
Atau logika, “Pecat aja” hanya karena suka kritis tanpa ada SP1-SP3, harus dilawan..
Inilah saatnya berfatwa ‘wajib’ buat temen ‘bahtsul-masa’il’ NU di Lirboyo, hukumnya melawan kesewenang-wenangan……..
Urgensi Kesepadanan Hijab Materi dan Rohani
1 tahun yang lalu
Komentar :
Posting Komentar