Rabu, 10 Agustus 2011

Syndrom warga kelas dua

Suatu ketika Obama bertemu dengan seorang yang aneh penampilannya. Kulit wajahnya mengelupas. Hidungnya tampil tidak seperti lazimnya. Sedikit mancung. Padahal dari proporsi badanya ia tak seharusnya berhidung mancung. Obama berpikir jangan-jangan orang ini sedang menderita satu penyakit, sehingga kondisi wajah dan kulitnya tampil tidak biasanya. Dalam pikiran obama orang ini menderita penyakit sejenis lepra atau penyakit kulit lainnya.

Tapi kata ibunya orang yang dijumpai obama itu tidak menderita satu penyakit. Tapi sebaliknya ia membayar mahal atas semua penampilannya. Ia sedang berusaha menjadi orang kulit putih. Melakukan operasi plastik mengganti warna kulitnya dan merubah penampilan wajahnya. Tapi hasil yang didapat dari operasi tidak semaksimal yang diinginkan.

Itu salah satu pengalaman Obama kecil yang ditulis dalam bukunya, yang diterbitkan mizan.
Cerita tentang orang yang ditemui Obama tak beda jauh dengan Michael Jackson, king of Pop. Ia berulang kali melakukan operasi plastik pada kulit dan wajahnya. Tapi operasi yang terakhir, yang dianggap gagal itu malah merubah penampilan Michael jadi tampak aneh. Yang lain menyebutnya menyeramkan.

Michael merasa akan lebih bahagia bila berpenampilan seperti orang berkulit putih. Perasaan itu ada karena dalam memori Michael kecil, menjadi orang kulit putih adalah kebahagiaan status sosial. Tidak lagi menjadi warga kelas 2, saat menjadi negro.

Lain Michael lain di negara tetangga. Di sana kalau kita bertemu Tenaga kerja Indonesia kita kesulitan memastikan bahwa mereka warga Indonesia(di kenal Indon). Dari gaya bicara dan spelling mereka sudah sangat malaysia sekali. Buat mereka menjadi orang malaysia bisa meningkatnya gensi sosial mereka. Ditambah image bangsa Indonesia sebagai bangsa kuli diantara bangsa-bangsa kuli, kata Mas Pram (Pamudya Ananta Toer), membuat mereka ‘sedikit malu’ menjadi Indonesia.

Kemajuan teknologi bedah plastik memungkinkan seorang merubah tampilan fisiknya. Di kita saja banyak artis yang tiba-tiba kita lihat aneh penampilan hidungnya, agak sedikit mancung. Dagunya ‘dipanjangin’ sedikit. Pipi dan bagian lainnya ditambah agar lebih sexy dan cantik. Tapi tidak semua sesuai seperti yang diinginkan, malah sebaliknya kita melihat. Kecantikan dan keseksian itu seperti janggal. Ada yang dibuat-buat dan tidak semestinya. Wajahnya seperti baru ‘digebukin’orang memar-memar dan gemuk kaga ‘karuan’.

Operasi bedah plastik memang sangat dimungkinkan dalam perkembangan tehnologi ini. Tapi haruskah operasi ini merubah satu hal yang memang sudah sangat sempurna ini. Orang hitam, hidung mancung ‘ke dalem’, tubuh pendek dan hal yang tidak ideal dalam pandangan manusia merupakan hikmah keberagaman. Bisa dibayangkan gimana jadinya dunia dengan satu model. Satu model wajah, satu karakter, satu keyakinan dan satu lainnya. Aneh jadinya.

Biarkan penampilan apa adanya. Yang hitam tetap hitam, yang pesek tetap pesek, yang pendek tetap pendek. Yang mungkin dilakukan dengan bedah plastik mungkin untuk cacat fisik. Bibir sumbing, wajah terbakar, atau sebab lain. Sementara untuk meningkatkan gengsi sosial. Investasi pendidikan , peningkatan pendapatan dan membangun jejaring sosial yang harus terus diupayakan. Masyarakat cerdas melihat inilah poin yang mengharuskan untuk berlomba mencapainya. Lebih dititikberatkan pada peningkatan prestasi bukan performa saja. Tampilan fisik hanya penting buat entertaint. Dunia inipun seharusnya tidak hanya diisi siganteng dan sicantik saja tapi ‘the beast’ juga perlu sebagai bagian representasi kehidupan sesungguhnya.

Dunia pertelevisian sering kita saksikan orisinalitas menjadi menu menarik untuk disajikan. Betawi yang norak ‘banget’ itu laku dijual. Sunda yang ‘leuweung’ banget seperti legenda kabayan menjadi menarik karena punya kekhasan. Cerita tentang orang susah, orang jelek dan orang ‘dipinggirkan’. Ini original. Selalau menarik untuk dijual.

Komentar :

ada 0 komentar ke “Syndrom warga kelas dua”

Posting Komentar


Pengunjung


Buku Tamu

 
Powered by Blogger.com | Dioprek Oleh Sire