Saat melihat photo masa lalu kita merasakan ada sebuah cerita yang bermula dan berujung. Ia menjadi mata rantai dari episode panjang kita menuju cita ideal. Kini saat itu jadi kenangan yang membangkit emosi dan harapan, meluruskan kita untuk konsisten pada sebuah alur. Ibarat kereta kita mesti mere-arange dan mengevaluasi seberapa capaian atas target yang kita tanam pada masa lalu itu.
Sesekali ibarat intermezo kita dibuat lupa oleh kenyataan yang menghanyutkan kita pada sebuah keadaan. Saat itu kita merasa hanyut oleh arus tanpa bisa kita hindarkan. Walau sekali kita ingat untuk bisa fokus, lain waktu kita lupa lagi hanyut lagi.
Melanggengkan sebuah cita bukan perkara mudah, selain kita merasa sebagai manusia yang sesekali ‘ingin berubah’, juga tidak jarang keadaan memaksa untuk kita berubah. Perubahan sebagai sebuah keharusan memang tak bisa dihindari, tetapi melupakan tujuan utama karena riak situasional mengharuskan kita untuk kembali sadar dengan cita semula.
Mengembalikan cita bisa dilakukan dengan melihat photo masa lalu kita itu. Tentang siapa kita dan hendak kemana dulu kita bercita-cita. Sebagai sebuah ‘pembacaan’ rangkaian trek kehidupan kita, photo bisa menjelaskan bahwa kita pernah membuat jalur. Bahwa photo yang terekam pada satu episode dan angel tertentu itu mewakili sebuah keadaan dimana kita telah memilih.
Mere-arange juga tidak bersipat kaku bentuknya. Saat kita bercita-cita dulu, saat itu pola pikir kita masih sederhana. Belum banyak situasi dan kenyataan yang mengajarkan banyak hal, saat itu kita masih merujuk mereka yang kita kenal, tanpa pernah tau apa sebenarnya kemampuan dan potensi kita. Kita belum bisa menempatkan diri sebagai kampium pada arena yang belum dimulai pertandingan. Saat kita mulai dan masuk pada dunia sesungguhnya itulah saat kita mulai menyadari apa potensi yang kita punya, lalu kemana cita itu kita arahkan.
Berbekal dari pengalaman hidup yang kemudian kita rumuskan banyak falsafah/nilai yang kita bakukan dalam memori, yang sebelumnya saat sekolah hanya kita dapat dalam bentuk teori, membuat kita semakin yakin pada langkah kita. Kata orang bijak, pengalaman adalah guru yang paling baik. Katagori pengetahuan kita berbasis pengalaman bisa disebut Haqul-yakin. Sebuah pengetahuan yang menempatkan kesadaran kognitif pada porsi mendekati 100%. Itu artinya apa yang pernah kita lewati dalam hidup selain kita pahami sebagai satu episode, ia juga jadi pijakan kemana kita menuju. Termasuk saat kita salah memilih jalan.
Kesalahan tidak bisa terhindar, misalnya saat kita merujuk seseorang yang kita anggap baik, setelah kita terapkan dalam kehidupan kita ternyata ‘tidak baik’ buat kita. Saat itu sebuah pilihan bagi yang lain benar dan mengantar kepada kesuksesan ternyata buat kita tidak. Kesalahan itu dengan sendirinya jadi pelajaran berharga buat kita, pelajaran yang biasanya membuat kita haqul yakin, karena bukan saja kita ketahui tapi sudah kita kerjakan dan salah. Kita juga bisa tau yang benar dan baik dari kesalahan yang kita perbuat. Sehingga bila kita sudah menganggap bahwa kesalahan bagian yang tidak bisa dihindarkan dalam sebuah proses. Itu kan memicu kita untuk memperbaiki dan menata ulang tentang bagaimana semestinya tindakan itu dilakukan.
Proses pembelajaran yang disaripati dari kesalahan yang dilakukan tentu menyadarkan kita perlunya kehati-hatian. Tentang seharusnya bertindak berdasar analisis dan pengalaman dari yang lain, untuk tidak kita ulangi saat kita melakukan.
Hidup kadang kita pahami sebagai pilihan terus menerus. Kata orang, kita memang selalu berada pada persimpangan jalan. Apa yang menjadi pilihan kita melahirkan konsekuensi-kusekuensi berikutnya. Tidak ada dalam hidup saat kita memilih kemudian lepas dari efek konsekuensi, apapun itu. Karenanya Islam selalu mengajarkan orang untuk “barangsiapa yang bertambah ilmu tetapi tidak mendapat petunjuk, yang kan di dapat semakin jauh dari-Nya”. Sebuah ajaran konperhenship selain memilih seorang juga harus minta petunjuk, agar setiap pilihan melahirkan konsekuensi yang baik menurut Tuhan bukan sebaliknya.
Misalnya seorang berdo’a supaya diberikan kekayaan sebagai medium untuk meraih kebahagiaan menurutnya, yang sebenarnya saat ia diberi materi berlimpah kesadarannya tentang apa yang disebut baik berubah. Perubahan terjadi saat ia berada di sudut berbeda dalam kehidupannya.
Sesekali ibarat intermezo kita dibuat lupa oleh kenyataan yang menghanyutkan kita pada sebuah keadaan. Saat itu kita merasa hanyut oleh arus tanpa bisa kita hindarkan. Walau sekali kita ingat untuk bisa fokus, lain waktu kita lupa lagi hanyut lagi.
Melanggengkan sebuah cita bukan perkara mudah, selain kita merasa sebagai manusia yang sesekali ‘ingin berubah’, juga tidak jarang keadaan memaksa untuk kita berubah. Perubahan sebagai sebuah keharusan memang tak bisa dihindari, tetapi melupakan tujuan utama karena riak situasional mengharuskan kita untuk kembali sadar dengan cita semula.
Mengembalikan cita bisa dilakukan dengan melihat photo masa lalu kita itu. Tentang siapa kita dan hendak kemana dulu kita bercita-cita. Sebagai sebuah ‘pembacaan’ rangkaian trek kehidupan kita, photo bisa menjelaskan bahwa kita pernah membuat jalur. Bahwa photo yang terekam pada satu episode dan angel tertentu itu mewakili sebuah keadaan dimana kita telah memilih.
Mere-arange juga tidak bersipat kaku bentuknya. Saat kita bercita-cita dulu, saat itu pola pikir kita masih sederhana. Belum banyak situasi dan kenyataan yang mengajarkan banyak hal, saat itu kita masih merujuk mereka yang kita kenal, tanpa pernah tau apa sebenarnya kemampuan dan potensi kita. Kita belum bisa menempatkan diri sebagai kampium pada arena yang belum dimulai pertandingan. Saat kita mulai dan masuk pada dunia sesungguhnya itulah saat kita mulai menyadari apa potensi yang kita punya, lalu kemana cita itu kita arahkan.
Berbekal dari pengalaman hidup yang kemudian kita rumuskan banyak falsafah/nilai yang kita bakukan dalam memori, yang sebelumnya saat sekolah hanya kita dapat dalam bentuk teori, membuat kita semakin yakin pada langkah kita. Kata orang bijak, pengalaman adalah guru yang paling baik. Katagori pengetahuan kita berbasis pengalaman bisa disebut Haqul-yakin. Sebuah pengetahuan yang menempatkan kesadaran kognitif pada porsi mendekati 100%. Itu artinya apa yang pernah kita lewati dalam hidup selain kita pahami sebagai satu episode, ia juga jadi pijakan kemana kita menuju. Termasuk saat kita salah memilih jalan.
Kesalahan tidak bisa terhindar, misalnya saat kita merujuk seseorang yang kita anggap baik, setelah kita terapkan dalam kehidupan kita ternyata ‘tidak baik’ buat kita. Saat itu sebuah pilihan bagi yang lain benar dan mengantar kepada kesuksesan ternyata buat kita tidak. Kesalahan itu dengan sendirinya jadi pelajaran berharga buat kita, pelajaran yang biasanya membuat kita haqul yakin, karena bukan saja kita ketahui tapi sudah kita kerjakan dan salah. Kita juga bisa tau yang benar dan baik dari kesalahan yang kita perbuat. Sehingga bila kita sudah menganggap bahwa kesalahan bagian yang tidak bisa dihindarkan dalam sebuah proses. Itu kan memicu kita untuk memperbaiki dan menata ulang tentang bagaimana semestinya tindakan itu dilakukan.
Proses pembelajaran yang disaripati dari kesalahan yang dilakukan tentu menyadarkan kita perlunya kehati-hatian. Tentang seharusnya bertindak berdasar analisis dan pengalaman dari yang lain, untuk tidak kita ulangi saat kita melakukan.
Hidup kadang kita pahami sebagai pilihan terus menerus. Kata orang, kita memang selalu berada pada persimpangan jalan. Apa yang menjadi pilihan kita melahirkan konsekuensi-kusekuensi berikutnya. Tidak ada dalam hidup saat kita memilih kemudian lepas dari efek konsekuensi, apapun itu. Karenanya Islam selalu mengajarkan orang untuk “barangsiapa yang bertambah ilmu tetapi tidak mendapat petunjuk, yang kan di dapat semakin jauh dari-Nya”. Sebuah ajaran konperhenship selain memilih seorang juga harus minta petunjuk, agar setiap pilihan melahirkan konsekuensi yang baik menurut Tuhan bukan sebaliknya.
Misalnya seorang berdo’a supaya diberikan kekayaan sebagai medium untuk meraih kebahagiaan menurutnya, yang sebenarnya saat ia diberi materi berlimpah kesadarannya tentang apa yang disebut baik berubah. Perubahan terjadi saat ia berada di sudut berbeda dalam kehidupannya.
Komentar :
Posting Komentar