Minggu, 14 Agustus 2011

Andai saya Pitung

Buat yang tinggal di kota besar seperti saya, pasti pernah mengalami kejadian seperti saya. Terutama para ‘penggemar’ bis kota. Angkutan massal di kota besar Indonesia yang jauh dari kesan tertib.
Suatu hari di tahun 2000-an saya naik bis kota dari Pulogadung ke Senen, seperti biasa penumpang penuh berjubel-bel. Penuhnya tidak sekedar penuh hampir tak ada sela kosong sedikitpun. Ini bisa jadi karena penumpang yang memaksa naik karena kepepet waktu, sementara bis jurusan itu jarang sekali lewat. Bisa juga karena kondektur selalu teriak “kosong-kosong”. Dalam hati saya, “kosong dari Hongkong !”. Bergerak saja udah sulit, bisa dibayangkan bagaimana nanti turun pasti harus permisi-permisi agar bisa lewat.
Transportasi publik kita hampir semua model itu, melebihi kapasitas. Tidak saja angkutan darat, laut juga begitu. Saya tak bisa bayangkan bila angkutan udara juga begitu. Apalagi kalo angkutan udara pake ‘kernet’ pasti bilangnya, nggak jauh-jauh dari ‘kosong-kosong’ masih muat.

Berjubelnya penumpang tentu banyak sebab dan alasan, tapi hak konsumen sebagai pengguna ‘dirampok’ tanpa sadar. Bayangkan bila kelebihan kapasitas penumpang, seperti kejadian tenggelamnya kapal laut, itu menunjukkan betapa berbahayanya. Bahwa beban berlebih akan mengancam keselamatan semua.
Kadang dalam urusan kegiatan sosial model ini, karena ketidaktegasan aturan dan berjuta alasan lain, yang seharusnya menjadi tanggung jawab regulator dan segelintir orang pengambil kebijakan, berakibat pada semua orang. Di antara sebagian kita, mestinya ada yang selalu mengingatkan tentang ‘ketidakberesan’ itu. Harusnya ada orang yang selalu meneriakkan ini. Bila tidak ada, hal yang semula dianggap ‘ganjil’ tidak benar, lambat laun dianggap hal wajar dan baik-baik saja.

Selain bikin ribet, berjubel juga mengundang tangan jahil berkeliaran. Saat itu, saya berdiri di dekat pintu belakang. Di halte rawamangun naik sejumlah orang. Dari penampilannya saya curiga, kelompok ini tidak hanya ingin naik bis, tapi punya niat khusus. Benar saja. Tidak lama setelah mereka naik, tepat di depan saya salah satu dari mereka mulai cari-cari kantong yang ada dompetnya. Saya lihat sebagian penumpang yang sudah sering menggunakan bis kelihatannya sudah paham betul. Semua ‘terkesan’ tidak tahu, padahal saya perhatikan ada yang melirik. Karena melihat raut wajah kelompok itu, ia berbalik badan dan pura-pura tidak melihat. Saya kebingungan sendiri, dalam benak saya terpikir “andai saya Pitung, jagoan Betawi jaman Kompeni itu, saya tangkap tuh ‘pencoleng’, andai dia melawan saya keluarkan semua jurus andalan, termasuk jurus yg bisa bikin dia jadi ‘patung’”. Tapi saya bukan apa-apa. Menyesal sekali tidak belajar bela diri, menolong diri sendiri aja tidak bisa, apalagi membatu orang lain, menghadapi segerombol orang sangar. “Waduh…kasian..menyesal” campur aduk dalam hati, ingin berbuat tapi tak bisa, seperti ingin menggapai sesuatu tapi sampai. Atau jangan-jangan ini yang disebut pecundang dalam hati ku bergumam.

Memang dalam hidup kita harus mempersiapkan diri dalam kondisi apapun. Ada situasi yang tak kita prediksikan akan terjadi pada diri kita. Saya suka berpikir, orang tua-kakek-nenek kita dulu dalam satu bagian hidupnya penah hidup di jaman revolusi, berperang. Saya tak bisa bayangkan situasi itu. Mereka survive pada jamannya. Dalam kondisi sakit Panglima Besar Jendral Sudirman misalnya, harus berperang gerilya. Keluar masuk hutan. Mereka memilih untuk siap mengorbankan diri, padahal mereka punya pilihan untuk ngungsi atau sekedar lari ‘mencari tempat aman’.

Kita hari ini hidup dalam suasana nyaman ‘luar biasa’. Tidak ada perang, tidak ada bencana, tidak ada situasi-situasi ekstrem. Hanya ada sedikit situasi tegang, seperti cerita saya tentang kejadian di bis kota itu. Dan itupun kita seperti orang tidak siap, gugup , takut dan tak bisa ambil sikap untuk melawan. Cuma bisa bergumam ‘andai saya Pitung…..’.

Mari bersiap diri untuk menghadapi situasi apapun, karena kita tak pernah bisa memprediksikan apa yang kan kita hadapi ke depan. Ada situasi diluar prediksi kita.

Komentar :

ada 0 komentar ke “Andai saya Pitung”

Posting Komentar


Pengunjung


Buku Tamu

 
Powered by Blogger.com | Dioprek Oleh Sire