Di tempat saya ada kebiasaan aneh, sekelompok orang, anak 2,pemuda dan orang tua berkerumun di pinggir selokan. Saya tidak tau apa yg mereka lakukan, pas saya dekati ternyata mereka mancing ikan. Lalu saya Tanya “ikan dari mana, kok ada ikan di solokan seperti itu”. “Ikannya kami beli, kemudian kami lepas dan kita pancing rame-rame”.
Prilaku ini mengingatkan saya pada prilaku hamster dengan roda yg dinaikinya, berputar sepanjang waktu tanpa pernah tau apa dan bagaimana ini dilakukan dan untuk apa. Ini juga mengingatkan saya pada kebiasaan ikan Louhan, yg tempo ari sempet marak, suka memindahkan batu dari kiri ke kanan dan begitu juga sebaliknya.
Pola prilaku seperti itu ternyata terjadi pula pada banyak sisi kehidupan. Melakukan sesuatu berulang-ulang tapa pernah tau apa fokusnya. Tanpa pernah tahu dan tidak pernah ingin tahu kenapa itu dilakukan.
Berbuat sesuatu seharusnya ditempatkan sebagai satu ‘step’ dari rangkaian panjang cita-cita. Ia semacam program jangka pendek yg tempatkan searah dengan perjuangan jangka panjang. Dan setiap langkah jangan pernah lepas dari focus, walau ada sejuta ‘selingan’ yg utama focus tidak boleh dihanyut dari selingan itu.
Menempatkan tujuan utama sebagai focus menjadikan ‘apa yg kita kerjakan hari ini’ menjadi investasi kea rah penyempurnaan jangka panjang. Semua menjadi investasi, yg akan punya nilai pada masa datang. Saat kita focus pada dunia pendidikan, maka membaca, membeli buku, berdiskusi, menulis, dan menggali ilmu dari banyak orang di dunia real maupun di dunia maya, itu investasi yg luar biasa manfaatnya di kemudian hari. Mulailah melakukan sesuatu walau itu kecil, sebagai bagian tak terpisahkan dari focus utama.
Investasi dibidang pendidikan, tidak harus selalu berbentuk pendidikan formal. Pendidikan formal dibatasi oleh banyak hal. Tidak salah kalo Ivan Illich, pernah berpikir tentang deschooling-society. Masyarakat tanpa sekolah. Menurutnya banyak sekolah mendidik orang menjadi bodoh, banyak sekolah menjadikan pelajar sebagai tape recorder, yg hanya bisa diisi dengan dokrin yg kemudian dilain waktu di’stel’ kembali diperdengarkan kembali. Tanpa pernah diberi ruang, untuk mempertanyakan menganalisa dan memberi pendapat berbeda. Sekolah jenis ini yg membuat manusia tambah bodoh. Tapi ada juga sekolah yg mengajarkan kreatifitas, mengajarkan murid sebagai manusia yg punya otak dan nurani, sehingga selain diberikan dokrin, ia juga ditanya dan sarankan agar kualitas ‘daya-cipta’ dan ‘daya ktitik’ dipergunakan sebagai pisau analis untuk melakukan tinjauan lebih tajam. Dan ini biasanya diajarkan di sekolah tinggi.
Berbeda dengan ivan illich, yg sdh frustrasi dengan ‘cara orang mendidik’, kita melihat pendidikan masih banyak punya harapan. Tapi pendidikan model apa. Pendidikan yg mengajarkan pentingnya mengajar manusia yg punya daya pikir.
Mulailah mengajar diri sendiri, mengatur pola kerja,pola belajar yg tertib,disiplin dan focus. Mengajarkan diri pribadi untuk berbuat lebih keras lagi, dalam mengejar focus cita-cita. Walau ada ‘gangguan’ sana-sini, tetapi focus utama tetap dituju.
Agar bisa tetap focus, kita bisa melakukannya dengan fola zoom in dan zoom out. Focus kita tempatkan pada posisi berjarak kemudian dizoom out, dan diilustrasikan seperti sebuah bagan berbentuk kerangka design, di mana jelas terggambar mana posisi jalan dan mana tujuan. Semacam pemetaan terhadap pisisi saat ini, juga kemudian dari penglihatan saat zoom out itu, kita bisa lihat seberapa jarak ke focus dan bagaimana mengatasi kendala2 mencapai tujuan.
Itu ilustrasi, zoom out bisa berarti dalam membantu menyelesaikan kita mempelajari focus, kita juga bisa memposisikan diri tidak sebagai subjek penilaian. Sekali waktu kita mintakan pendapat yg lain,yg ahli atau yg bukan sekalipun untuk melakukan dengar pendapat atas apa yg kita anggap baik selama ini. Dari analisa orang lain kita bisa menilai sudah sampai dimana posisi kita sebenarnya. Apa kita masih berada di trak yg benar menuju cita utama, atau malah kita sudah melenceng jauh dan tidak mengarah pada focus.
Menguatkan focus, lebih pada penguatan tentang bagaimana kita memandang hidup ini. Life is so short, begitu katanya. Dalam waktu yg amat-sangat singkat ini, bila tidak pernah focus, maka tidak ada apa-apa yg bisa kita perbuat buat kita untuk menanamkan ‘satu pohon’ dalam belantara kehidupan. Dilain waktu kita juga tidak pernah tercatat sebagai orang yg pernah meletakkan ‘satu-pondasi’ untuk bangun kehidupan. Atau dalam bahasa anak PII, kalo ada 1000 orang yg berjuang, satu diantaranya aku, kalo ada 100orang yg berjuang 1 diantara aku, kalo ada 10 orang yg berjuang 1 diantara aku. Dan kalau ada 1 orang yg berjuang , itulah satu-satunya aku.
Artinya jangan pernah lepas dari proses ‘ambil-bagian’. Kita selalu berusaha untuk ambil-posisi sebagai bagian dari ‘peletak-dasar’ perjuangan kehidupan.
Ini menjadi sangat penting di tengah hiruk-pikuk selingan kehidupan yg ruar-biasa mengacaukan focus kita. Mengejar basic-need, sandang-pangan-papan, yg belum juga ‘standarize’ dan belum juga masuk titik aman, bisa mengaburkan pandangan tentang ke mana kita menuju. Belum lagi pemenuhan secondary need,prestise,kemapanan dan penghargaan, yg terus menjejali otak kita dengan kampanye iklam yg menhegemoni dan mem’brain-storm’ otak kita untuk tidak bisa mengatakan ‘tidak’, besliweran di sekeliling kita. Serangan tidak datang hanya dari kemauan kita, tetapi juga dari kemauan orang2 di sekeliling kita.
Mulailah focus pada apa yg kita kerjakan. Setiap kerjaan yg kita lakukan berdasarkanperencaan panjang untuk sebuah cita2 luhur kehidupan. Jangan pernah punya logika berpikir, “biar saya kerjakan ini dari pada kaga ngapa2in”. Balikkan cara berpikir kita menjadi “sementara ini saya kerjakan, sebagai batu loncatan menuju ke ‘sana’”. Kalau hari ini kita disini, kita berusaha keras menuju ke ‘sana’.
Urgensi Kesepadanan Hijab Materi dan Rohani
1 tahun yang lalu
Komentar :
Posting Komentar