Kamis, 16 Juni 2011

Panjang jadi Ular, pendek jadi Kodok

Kata “Ula”  dalam bahasa betawi artinya “ular”. Memang bahasa betawi suka kreatif, atau tepatnya ‘ngegampangin’ aja. Walau itu tidak benar, dalam konteks bahasa yang baik dan benar, terus aja diucap dan tanpa disadari menjadi bahasa sendiri. Kreatifitasnyapun bisa berupa penambahan bisa juga sebaliknya, pengurangan. Sapi misalnya, orang betawi menyebutnya ‘sampi’ (terjadi penambahan huruf ‘m’), sedang kerbau, diucap menjadi ‘kebo’ (di sini malah dikurangi).Orang yang suka tidur, alias males sering di bilang “tidur mulu luh kaya kebo’ (artinya : tidur aja kamu seperti kerbau).

Betawi juga salah satu suku yang banyak menggunakan pepatah dan istilah. Mengkritik dengan ‘tidak menunjuk hidung’ biasanya menggunakan majas, bahasa kias. Harapannya mereka yang dikritik tidak patah arang, atau tersinggung.

Pepatah pada judul di atas, ditujukan untuk mereka yang berwirausaha. Salah satu ciri wirausaha, berjiwa spekulatif. Situasi tak menentu. Dalam berwirausaha terkadang semua hal sudah diperhitungkan, semua dihitung. Tetapi tidak semua dapat diukur, ada faktor eks.

Tidak semua orang berjiwa seperti ini, berani menentukan sikap. Misalnya seorang wirausahan, ia harus berani berinvestasi . Selama dalam hitungan2 kasar, menguntungkan, walau ada resiko sebaliknya, rugi, ia harus lakukan. Ada feeling. Inilah faktor eks yang memungkinkan semua kemungkinan terjadi. Bisa untung bisa buntung.

Feeling ini juga tak berhubungan dengan pendidikan tinggi atau tidak, tetapi seberapa berani seorang menentukan sikap. Seringkali mereka yg punya pendidikan tinggi, karena paham resiko, jadi takut membuat keputusan, sebaliknya yang punya pendidikan pas-pas-an tetapi punya pengalaman berani menentukan sikap. Ambil resiko.

Resikonya paling Cuma “kalo panjang jadi ula, pendek jadi kodok”.

Komentar :

ada 0 komentar ke “Panjang jadi Ular, pendek jadi Kodok”

Posting Komentar


Pengunjung


Buku Tamu

 
Powered by Blogger.com | Dioprek Oleh Sire